Setelah apa yang kami alami dalam beberapa waktu terakhir, saya merasa perlu menulis tentang topik ini. Bahasan perceraian ini adalah rangkuman dari kasus yang dikonsulkan kepada kami selama pendidikan di psikiatri, maupun dari hasil ngobrol bersama sejawat kami. Dan, inilah tiga penyebab perceraian yang terbanyak dan jarang disadari.

1. Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT). 

Siapa sih, yang ingin dalam hidupnya selalu dihina dan disiksa? Setiap orang yang menikah pasti membayangkan pernikahan yang indah dan bahagia. Siapa sangka, orang yang dicintainya justru tak segan-segan melakukan kekerasan?

Kekerasan ini tidak terbatas pada fisik, juga termasuk kata-kata (verbal abuse), keuangan (financial abuse), dan emosi (emotional abuse, termasuk menelantarkan / neglecting). 

Kebanyakan pelaku adalah sosok yang egois. Ya, pelaku adalah sosok yang egois. Egonya terlampau tinggi, sedikit saja ada perbedaan mendapat.. Plakk! Mereka tak segan melakukan kekerasan.

Mengapa mereka menjadi egois? 

Karena ada kebutuhan akan harga diri yang tidak terpuaskan. Karena jarang mendapat penghargaan dari sekitarnya (sering direndahkan), atau justru sering dihargai (dimanjakan), sehingga kebutuhan harga dirinya menjadi tidak realistis untuk dituruti.

Tanpa mereka sadari, egonya terlampau tinggi. Sehingga mereka tak mau mengalah demi pasangannya. Egonya terlampau tinggi, sehingga kesalahan kecil pasangannya tidak tertoleransi. Egonya terlampau tinggi, sehingga seakan kata maaf menjadi terlalu mahal.

2. Masalah Ekonomi.

Tidak harus mereka yang mengalami kesulitan ekonomi bisa terancam perceraian. Sebaliknya, perceraian justru banyak terjadi pada mereka yang mapan. Mereka beranggapan, tanpa dia toh saya bisa hidup sendiri. Tanpa harus bergantung pada siapa-siapa, apalagi dia.

Beberapa pakar pernikahan justru menyarankan, baik suami maupun istri memiliki sumber penghasilan sendiri. Sebagai antisipasi jika suatu saat salah satu menderita sakit keras atau sebagainya, maka tabungan yang ada bisa menjadi back up. Mereka sama-sama bekerja, demi kepentingan keluarga.

Tapi mereka yang totalitas mengejar karir, justru menomorduakan kepentingan ini. Kecermelangan karir menjadi satu-satunya ukuran harga diri. Mereka menjadi egois karena pekerjaan mereka. Mereka menjadi egois; bahkan egoisme itu terbawa sampai ke rumah.

Mereka abai terhadap pasangannya. Ketika istrinya bermanja-manja, dianggapnya gangguan. Mereka acuh terhadap keluarganya. Ketika anaknya bercerita tentang sekolahnya, dianggapnya sebagai distraction. Seakan-akan keluarganya hanya mendapat sisa-sisa waktu dan tenaganya selepas bekerja. 

Tanpa ia sadari, egonya terlampau tinggi. Sehingga lupa untuk apa dan siapa sebenarnya ia bekerja. Egonya terlampau tinggi, sehingga mengurusi pekerjaan rumah tangga dianggapnya remeh temeh. Egonya terlampau tinggi, bahkan tidak satupun dari istri atau anaknya yang berani mengusiknya sepulang ia bekerja.

3. Seks dan Perselingkuhan.

Kabarnya, perselingkuhan disebabkan kebosanan. Bosan makan soto, akhirnya coba-coba makan rawon. Yang penting mangkoknya tidak terbawa ke rumah. Kalau terbawa, wah, pecah perang dunia ketiga.

Tapi, pelaku selingkuh juga belum tentu sedang bosan dengan pasangannya. Hanya merasa nyaman dengan orang lain, dan “tanpa sengaja” rasa nyaman itu keterusan sampai ke hal-hal yang tidak semestinya. 

Menurut fantasi liar orang-orang jaman sekarang, lelaki yang menggendong anak tampak lebih menarik daripada lelaki yang menggendong tas ransel. Atau perempuan yang punya anak terlihat lebih molek daripada yang masih kinyis-kinyis. Naudzubillah.

Seakan-akan, sistem limbiknya lebih aktif daripada korteks prefrontalnya. Anda tahu, sistem limbik adalah bagian otak yang mengatur emosi, yang oleh dr. Paul Maclean disebut otak mamalia. Sementara korteks prefrontal adalah bagian dari neokorteks; yang menjalankan fungsi tertinggi dari manusia.

Jadi, Anda pakai otak mamalia atau otak manusia? 

Kabarnya pula, pelaku selingkuh sebenarnya sedang membuktikan bahwa “mereka toh masih bisa lebih laku” dengan orang lain. Ada juga yang masih menggemarinya meski sudah berumur, rambut memutih, dan badan menggelambir kemana-mana.

Usaha pembuktian ini sebenarnya bagian dari krisis kepercayaan diri. Tanpa disadari, ia menjadi sangat egois sehingga citra diri adalah satu-satunya target hidupnya. Ia menjadi sangat egois sehingga interaksi dengan pasangannya tak lagi meninggalkan kesan, dan dibiarkannya membosankan tanpa usaha.

Ia menjadi sangat egois, sehingga rasa bosan menantangnya untuk terlibat affair dengan alasan memicu adrenalin, membuat hidup lebih hidup.

Nah.

… .

See the pattern? Anda bisa lihat polanya?

Tiga penyebab perceraian yang terbanyak dan jarang disadari adalah ego, ego, dan ego. Ego yang terlampau tinggi, dan harga diri yang semakin tidak realistis untuk dituruti. Dari semua faktor resiko di atas, satu-satunya yang menjadi penyebab adalah ego.

Jika ia mau mengalah dan mengesampingkan ego, maka kesalahan kecil pasangannya tidak akan membuat ia buta hati, sampai tega melakukan kekerasan. Ia mau mengalah dan menyadari, bahwa pasangannya adalah sosok yang tak sempurna, sama seperti dirinya. 

Jika ia mau mengalah dan mengesampingkan ego, setinggi apapun penghasilannya tak akan membuatnya bertinggi hati di hadapan istri dan anak-anaknya. Sebanyak apapun pendapatannya dibanding suami, tidak akan membuatnya angkuh. Baginya, lembut kepada istri dan hormat kepada suami adalah bentuk keikhlasannya sebagai hamba yang berTuhan.

Jika ia mau mengalah dan mengesampingkan ego, semembosankan apapun interaksinya dengan pasangan, tidak membuatnya berpaling darinya, malah menjadikannya makin giat mencari cara untuk menyenangkan pasangannya. Karena itulah wujud syukurnya kepada Sang Maha Mencintai.

Ia menyadari..

Bukanlah titik yang menjadikan tinta, melainkan tinta yang menjadikan titik. Bukanlah cantik yang menjadikan cinta, melainkan cinta yang menjadikannya cantik.

____

Sumber gambar di sini.