ConradJakartaMixed-Use_Jkt

With eyes closed tightly,
I march so blindly.
Pretending everything’s fine,
’Cause you’re there to keep me in line.
I don’t want your guidance,
I’ll break my silence.
So sick of asking and being denied and now I realize.

We’re holding the key, to unlock our destiny,
We were born to lead.
We’re finally free, no longer following,
We were born to lead… we were born to lead.

(Born to Lead, Incubus)

Dan satu bom meledak lagi. Dua-tiga hari terakhir koran mengulas mengenai runutan bagaimana bos pengebom memesan kamar, menunggu agenda yang direncanakan sambil satu demi satu rekannya mensuplai bahan-bahan peledak dari luar.

Saya hampir masa bodoh dengan ulasan kronologis itu. Justru seakan menunjukkan betapa bodohnya kita sampai kebobolan seperti ini lagi.

Saya yakin detektor yang biasa dipegang satuan pengamanan yang saya temui di mall-mall, gedung perkantoran, sekolah sekalipun hotel, apalagi hotel terkenal seperti JW Marriott dan Ritz Carlton Jakarta, pasti bukan detektor mainan. Pasti bukan buat gaya-gayaannya petugas. Pasti itu adalah detektor asli, yang memang bisa mendeteksi barang berbahaya, seperti pemicu atau bahan-bahan mikrosirkuit yang terbuat dari logam.

Entah bagaimana cara kerjanya, yang jelas alat itu seperti lumpuh. Kamera pengaman pun tak mampu menunjukkan dengan tepat dimana orang yang mencurigakan itu supaya segera dapat diamankan. Semuanya lumpuh. Dan… bum…

Banyak yang berasumsi bahwa peristiwa ini terkait dengan barisan sakit hati terhadap pemilu kemarin. Ada juga yang bilang memang rencana untuk menggagalkan kedatangan MU. Teman saya berkelakar, panitia penyelenggara tak mampu melunasi tagihan MU, sehingga dibikinlah skenario ledakan itu. Bahkan banyolan itu disangkal dengan, “Ah, tidak. Pengebom sudah hampir dicerai isterinya karena banyak hutang. Kamu tahu kenapa dia banyak hutang? Karena negara kita tak mampu menggaji orang seperti dia. Kamu tahu kenapa negara kita tak mampu menggajinya? Karena negara kita banyak hutang. Kamu tahu siapa yang menyebabkan negara kita banyak hutang? Karena kita mau-mau saja waktu ditawarin hutang dari IMF a.k.a kroninya Amerika. Jadi dibomlah dua hotel produk Amerika itu.”

Konyol sekali. Meskipun mungkin beberapa alasan di atas serius, saya anggap konyol sekali.

Apapun asumsi kita sekarang, hanya untuk mencari kambing hitam dan membebaskan nafas kita sementara dari rasa tanggung jawab. Saya pikir bangsa kita masih punya orang-orang yang pinter. Mereka paham bahwa semua teknologi pengaman yang ada di gedung pencakar langit itu selalu yang paling waspada, sehingga sepertinya konyol sekali kita sampai kebobolan lagi. Apapun asumsi kita, peristiwa ini secara sukses telah mencoreng muka kita.

Dan lucunya, semua asumsi di atas seakan kita menunjuk saudara kita sendiri. Saudara sepersusuan di ibu pertiwi, saudara sebangsa dan setanah air. Seperti kita berperang dengan diri sendiri.

Percuma kita punya teknologi yang tepat guna kalo ngga bisa membuat kita cepat bereaksi saat ada yang mencurigakan.

Terserah apa kata Pak SBY, yang jelas kita kebobolan lagi, Pak!

Apa kita perlu menjadi Paranoia seperti yang diceritakan Andrea Hirata dalam Edensor-nya? Pastinya Paranoia itu bukan ditujukan untuk segolongan tertentu, suku tertentu, dan Paranoia tidak boleh mengaburkan kita dari definisi asas praduga tak bersalah. Karena semua punya hak yang sama, kewajiban yang sama, dan berkedudukan yang sama dalam hidup bernegara. Dan semestinya semua keselamatan warga negara harus terjamin, bukan seenaknya saja dibiarkan melayang karena kecerobohan kita lagi.

“Hebat sekali kantor Uni Eropa, meraja di jantung kota Brussel, kukuh berwibawa melambangkan supremasi bangsa-bangsa Eropa. Arsiektur dasarnya seperti kuburan juragan kaya Tionghoa, seperti tubuh yang ingin memeluk. Maksud desain itu bukan hanya soal estetika, namun lengan-lengan yang merengkuh taman berlantai granit itu adalah rancangan untuk berlindung dari guncangan bom. Selain sebagai lambang digdaya, gedung Uni Eropa juga metafor paranoia, penyakit kronis orang Barat.” (Edensor, Andrea Hirata)

… .

Turut berbelasungkawa kepada para korban dan keluarga yang ditinggalkan. Semoga semua dosanya diampuni, segala amalannya diterima, dan ditempatkan di tempat terbaik di sisiNya. Meskipun pada akhirnya Allah sendiri yang menilai niat terakhir para korban saat meninggalkan dunia ini. Semoga Allah memudahkan kita untuk menjalani sisa hidup guna memupuk bekal menghadapNya nanti.

Amiin.